Sabtu, 12 Juni 2010

DAJJAL

Dajjal

Kata Dajjal berasal dari kata dajala, artinya, menutupi (sesuatu). Kamus Lisanul-'Arab mengemukakan beberapa pendapat mengapa disebut Dajjal. Menurut suatu pendapat, ia disebut Dajjal karena ia adalah pembohong yang menutupi kebenaran dengan kepalsuan. Pendapat lainnya mengatakan, karena ia menutupi bumi dengan bilangannya yang besar. Pendapat ketiga mengatakan, karena ia menutupi manusia dengan kekafiran. Keempat, karena ia tersebar dan menutupi seluruh muka bumi.

Pendapat lain mengatakan, bahwa Dajjal itu bangsa yang menyebarkan barang dagangannya ke seluruh dunia, artinya, menutupi dunia dengan barang dagangannya. Ada juga pendapat yang mengatakan, bahwa ia dijuluki Dajjal karena mengatakan hal-hal yang bertentangan dengan hatinya, artinya, ia menutupi maksud yang sebenarnya dengan kata-kata palsu.

Kata Dajjal tak tertera dalam Al-Qur'an, tetapi dalam Hadits sahih diterangkan, bahwa sepuluh ayat pertama dan sepuluh ayat terakhir dari surat al-Kahfi melindungi orang dari fitnahnya Dajjal, jadi menurut Hadits ini, Al-Quran memberi isyarat siapakah Dajjal itu. Mengenai hal ini diterangkan dalam Kitab Hadits yang amat sahih sebagai berikut:

"Barang siapa hapal sepuluh ayat pertama Surat Al-Kahfi, ia akan selamat dari (fitnahnya) Dajjal."

"Barang siapa membaca sepuluh ayat terakhir dari surat Al-Kahfi, ia akan selamat dari (fitnahnya) Dajjal."

Boleh jadi, dalam menyebut sepuluh ayat pertama dan sepuluh ayat terakhir, itu yang dituju ialah seluruh surat Al-Kahfi yang melukiskan ancaman Nasrani yang beraspek dua, yang satu bersifat keagamaan, dan yang lain bersifat keduniaan. Bacalah sepuluh ayat pertama dan sepuluh ayat terakhir surat Al-Kahfi, anda akan melihat seterang-terangnya bahwa yang dibicarakan dalam dua tempat itu adalah ummat Nasrani.

Mula-mula diuraikan aspek keagamaan, yang dalam waktu itu Nabi Muhammad dikatakan sebagai orang yang memberi peringatan umum kepada sekalian manusia (ayat 2), lalu dikatakan sebagai orang yang memberi peringatan khusus kepada ummat Nasrani (ayat 4), yaitu ummat yang berkata bahwa Allah memungut Anak laki-laki. Demikianlah bunyinya:

"Segala puji kepunyaan Allah Yang menurunkan Kitab kepada hamba-Nya ..., ... agar ia memberi peringatan tentang siksaan yang dahsyat dari Dia… dan ia memperingatkan orang-orang yang berkata bahwa Allah memungut anak laki-laki." (18:1-4).

Terang sekali bahwa yang dituju oleh ayat tersebut ialah ummat Nasrani, yang ajaran pokok agamanya ialah Tuhan mempunyai Anak laki-laki. Dalam sepuluh ayat terakhir surat Al-Kahfi diuraikan seterang-terangnya, bahwa ummat Nasrani mencapai hasil gemilang di lapangan duniawi. Demikianlah bunyinya :

"Apakah orang-orang kafir mengira bahwa mereka dapat mengambil hamba-Ku sebagai pelindung selain Aku?… Katakan Apakah Kami beritahukan kepada kamu orang-orang yang paling rugi perbuatannya? (Yaitu) orang yang tersesat jalannya dalam kehidupan dunia, dan mereka mengira bahwa mereka adalah orang yang mempunyai keahlian dalam membuat barang-barang." (18: 102-104).

Ini adalah gambaran tentang bangsa-bangsa Barat yang diramalkan dengan kata-kata yang jelas. Membuat barang adalah keahlian dan kebanggaan ummat Nasrani, dan ciri-khas inilah yang dituju oleh ayat tersebut. Mereka berlomba-lomba membuat barang-barang, dan mereka begitu sibuk datam urusan ini, sehingga penglihatan mereka akan nilai-nilai kehidupan yang tinggi, menjadi kabur sama sekali. Membuat barang-barang, sekali lagi membuat barang-barang, adalah satu-satunya tujuan hidup mereka di dunia. Jadi, sepuluh ayat pertama dan sepuluh ayat terakhir surat Al-Kahfi menerangkan dengan jelas bahayanya ajaran Kristen tentang Putra Allah, dan tentang kegiatan bangsa-bangsa Kristen di lapangan kebendaan, dan inilah yang dimaksud dengan fitnahnya Dajjal.


Dajjal Menurut Al Hadist

Dajjal Menurut Al-Hadist
Ada beberapa masalah penting yang harus diingat sehubungan dengan gambaran Dajjal yang termuat dalam Al-Hadits. Yang pertama ialah bahwa ramalan Nabi Muhammad SAW tentang munculnya Dajjal itu didasarkan atas kasyaf (visiun). Sebuah Hadits sahih dari Nawas bin Sam'an mengenai Dajjal, yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidhi, terdapat kata-kata sbb:

"Seakan-akan ia (Dajjal) mirip dengan "Abdul-'Uzza". Kata seakan-akan ini terang sekali menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW menggambarkan keadaan yang beliau lihat dalam visiun (kasyaf); hal ini memberi keyakinan kepada kita bahwa ramalan beliau mengenai Dajjal itu berasal dari kasyaf atau ru'yah. Tetapi pada waktu menceritakan ramalan-ramalan itu, biasanya tak diterangkan bahwa kenyataan itu dilihat dalam kasyaf atau ru'yah.

Apa-apa yang dilihat dalam ru'yah (kasyaf) itu biasanya harus ditafsirkan. Al-Qur'an sendiri menceritakan beberapa impian, yang artinya berlainan sekali dengan arti kalimatnya. Misalnya, dalam mimpi Nabi Yusuf melihat matahari, bulan dan sebelas bintang bersujud kepada beliau. Tetapi arti impian ini yang sesungguhnya ialah bahwa Allah akan menaikkan derajat dan kedudukan beliau.

Selanjutnya dalam mimpi Raja melihat tujuh ekor sapi kurus menelan tujuh ekor sapi gemuk. Adapun artinya ialah simpanan gandum selama tujuh tahun musim baik akan habis dimakan dalam tujuh tahun musim kering.

Dalam Hadits juga diriwayatkan impian Nabi Muhammad yang artinya berlainan sekali dengan kejadian yang dilihat dalam mimpi. Misalnya, dua gelang yang beliau lihat dalam mimpi, artinya, dua nabi palsu; tangan panjang artinya dermawan. Selain itu, pada umumnya orang mengakui bahwa ramalan-ramalan itu dibungkus dengan kalam ibarat.

Oleh karena itu, apa yang nomor satu harus diingat sehubungan dengan ramalan-ramalan tentang Dajjal, ialah bahwa ramalan itu penuh dengan kalam ibarat. Selanjutnya, karena ramalan itu tak berhubungan dengan Hukum Syari'at, maka akan mengalami dua macam kesukaran.

Pertama, orang-orang yang menceritakan ramalan itu kurang begitu hati-hati terhadap penyimpanan sabda yang diucapkan oleh Nabi Muhammad SAW mengenai masalah ini, seperti hati-hati mereka terhadap penyimpanan sabda beliau mengenai Hukum Syari'at.

Kedua, oleh karena tak ada alat untuk mengetahui arti yang sebenarnya dari ramalan itu, sebelum ini menjadi kenyataan, maka tak jarang terjadi bahwa ucapan Nabi Muhammad SAW itu keliru ditangkapnya, sehingga kesan yang keliru ini mengakibatkan adanya penambahan dan perubahan dalam Hadits itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar